PENGUJIAN OBAT PADA SISTEM SARAF
I. PENDAHULUAN
1I.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui efek yang terjadi
setelah pemberian obat-obat sistem saraf otonom pada hewan uji dengan uji
neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga untuk mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat.
1I.2
Dasar Teori
Sistem saraf dibedakan atas 2
divisi anatomi yaitu sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula
spinalis, serta sistem saraf tepi yang merupakan sel-sel saraf yang terletak di
luar otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP.
Sistem saraf tepi selanjutnya dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang
membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke jaringan tepi, serta divisi aferen
yang membawa informasi dari perifer ke SSP. Fungsi sistem simpatis selain
secara berkelanjutan mempertahankan derajat keaktifan (misalnya menjaga tonus
vaskular bed) juga mempunyai kemampuan untuk memberikan respons pada situasi
stress, seperti trauma, ketakutan, hipoglikemia, kedinginan atau latihan.
Fungsi sistem parasimpatis yaitu menjaga kondisi tubuh esensial seperti proses
pencernaan makanan dan pengurangan zat-zat sisa. Jika sistem ini bekerja, akan
menghasilkan gejala yang masif, tidak diharapkan dan tidak menenangkan. Sistem
ini bekerja untuk mempengaruhi organ-organ spesifik seperti lambung dan mata
(Mycek et al., 2001).
Impuls saraf dari SSP hanya
dapat diteruskan ke ganglion dan sel efektor melalui penglepasan zat kimia yang
khas yang disebut transmiter neurohumoral atau disingkat transmiter. Tidak
banyak obat yang pada dosis terapi dapat mempengaruhi konduksi akson, tetapi
banyak sekali zat yang dapat mengubah tranmisi neurohumoral. Obat otonom
mempengaruhi transmisi neuron dengan cara menghambat atau mengintensifkannya.
Terdapat beberapa kemungkinan tempat pengaruh obat pada transmisi sistem
kolinergik maupun adrenergik, yaitu : (1) hambatan pada sintesis atau
penglepasan transmiter; (2) menyebabkan penglepasan transmiter; (3) ikatan
dengan reseptor; dan (4) hambatan destruksi ambilan transmiter (Ganiswarna,
2005).
Obat-obat otonom adalah obat-obat yang dapat
mempengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf pusat dengan jalan mengganggu
sintese, penimbunan, pembebasan atau penguraian neurotransmitter atau
mempengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya
fungsi otot polos dan organ, jantung, dan kelenjar.
a.
Zat-zat yang bekerja terhadap SO, yaitu :
1. Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru
efek dan perangsangan SO misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin, dan
amfetamin.
2. Simpatolitika (adrenolitika), yang justru
menekan saraf simpatik atau melawan efek adrenergika, seperti alkaloida sekale
dan propanolol.
b. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yaitu :
1. Parasimpatomimetika (kolinergika),
yang merangsang organ-organ yang
dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin,
misalnya pilokarpin dan fisostigmin.
2. Parasimpatolitika (antikolinergika),
justru melawan efek-efek parasimpatomimetika, misalnya alkaloida Belladona,
propantelin, dan mepenzolat.
c. Zat-zat perintang ganglion, yang
merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatik dan parasimpatik.
Efek perintangan ini dampaknya luas,
antara lain vasodilatasi karena blokade susunan simpatik, sehingga
digunakan pada hipertensi tertentu.
(Tjay &
Rahardja, 2002).
Secara
anatomi, susunan saraf otonom dibagi menjadi 2 bagian besar, sistem simpatis
(torakolumbal) dan sistem parasimpatis (kraniosakral). Pembagian ini dimulai
dari inti-inti di dalam susunan saraf pusat dan memberikan serabut proganglion
yang keluar dari batang otak atau medula spinalis. Sistem simpatis mengandung
ganglia motorik terpisah yang terutama terletak pada kedua sisi medula spinalis.
Sistem parasimpatis sebagian besar
terdiri dari kumpulan ganglia motorik yang tersebar difus di dalam dinding
organ yang dipersarafinya. Kedua sistem ini dibedakan lebih lanjut oleh
kenyataan bahwa serabut eferen praganglionnya berasal dari berbagai bagian
susunan saraf pusat. Serabut saraf proganglion parasimpatis meninggalkan sistem
saraf pusat melalui saraf otak serta radiks spinalis sakralis ketiga dan
keempat. Akson proganglion simpatis meninggalkan susunan saraf pusat melalui
radiks torakalis dan lumbalis. Selain bagian motorik perifer susunan saraf
otonom yang sudah jelas, masih banyak lagi serabut sensoris aferen yang berhubungan dengan pusat
integrasi penting di dalam hipotalamus dan medula oblongata, untuk
membangkitkan aktivitas motorik yang disampaikan ke sel-sel efektor oleh serabut-serabut
eferen (Katzung, 2001).
Blood
Brain Barrier (BBB) dikenal
sebagai hidrance utama yang menghambat pengiriman efektif efek obat ke otak.
Ini dibentuk di tingkat sel-sel endotel dari kapiler otak dan ditandai sebagai
persimpangan endotel ketat dan tidak lengkap oleh akivitas ponocytic. Akses terbatas obat otak adalah properti unik karena
terhambat oleh BBB. Hanya obat yang memiliki molekul kecil dengan kelarutan
lipid tinggi dan massa molekul rendah kurang dari 400-300 Da (Li & Duan, 2006).
II. CARA PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Alat – alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain adalah :
1.
Alat
suntik oral
2.
Baskom
3.
Batang
Pengaduk
4.
Beker
glass
5.
Erlenmeyer
6.
Hot Plate
7.
Kapas
8.
Labu
takar 10 mL
9.
Neraca
analitik
10. Pinset
11. Pipet volume 5 mL
12.
Stopwatch
13.
Toples
bertutup
2.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
1. Aquadest
2. Atropin
0,5 mg/Kg BB
3. Eter
1,5 mL
4. Kloroform
1,5 mL
5. Na-CMC
6.
Propanolol 30 mg/Kg BB
2.1.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada percobaan
kali ini adalah mencit dengan jenis kelamin jantan.
2.2
Cara Kerja
2.2.1
Sistem Saraf Otonom
Mencit
|
-
ditimbang
-
dibagi 2 kelompok @ 3 ekor
- diberi
|
-
dilakukan pengamatan setelah pemberian
obat-obatan.
-
meliputi pupil mata, diare, tremor, warna daun
telinga, grooming, dan sebagainya
|
Hasil
|
Propranolol
120 mg/kg BB p.o
|
Atropin sulfat
7,5
mg/kg BB p.o
|
2.2.2 Percobaan Obat-Obat Sistem Saraf Pusat
a. Onset
dan Durasi Anestesi Umum : Eter
-
diletakkan dalam toples dan ditutup
-
dicatat kecepatan pernafasan dan aktivitasnya
-
dibuka tutup toplesdan dimasukkan
|
-
ditutup toples ad mencit teranestesi
- dilepas tutup toples, dicatat
onset dan durasi
-
diamati gejala sebelum teranestesi
|
Mencit
|
-
dikeluarkan dari toples dan dites hilangnya rasa
sakit dengan menusuk kulitnya dengan jarum suntik, dan jepit ekornya
dengan pinset
|
Hasil
|
Mencit
|
Kapas yang
dibasahi 1,5 mL eter
|
b. Onset
dan Durasi Anestesi Umum : Kloroform
-
diletakkan dalam toples dan ditutup
-
dicatat kecepatan pernafasan dan aktivitasnya
-
dibuka tutup toplesdan dimasukkan
|
Kapas yang
dibasahi 0,75 mL kloroform
|
-
ditutup toples ad mencit teranestesi
- dilepas tutup toples,dicatat onset
dan durasi
- diamati gejala yang timbul sebelum
teranestesi
|
Mencit
|
-
dikeluarkan dari toples dan dites hilangnya rasa
sakit dengan menusuk kulitnya dengan jarum suntik, dan jepit ekornya dengan
pinset
|
Hasil
|
Mencit
|
III.
HASIL PERCOBAAN
3.1
Hasil Pengamatan Pengujian Obat Sistem Saraf Pusat
No.
|
Bobot Mencit (gr)
|
Perlakuan
|
Vol. Pemberian (mL)
|
Onset
(menit)
|
Durasi
(menit)
|
1.
|
-
|
Eter
|
1,5
|
1.32
|
2.30
|
1,5
|
0.27
|
3.17
|
|||
1,5
|
0.48
|
6.43
|
|||
2.
|
-
|
Kloroform
|
1,5
|
1.34
|
2.13
|
1,5
|
0.22
|
4.03
|
|||
1,5
|
0.28
|
6.14
|
3.2 Hasil Pengamatan Pengujian Obat Sistem
Saraf Otonom
No.
|
Bobot mencit (gr)
|
Perlakuan
|
Vol. Pemberian (mL)
|
Waktu (menit)
|
Pengamatan
|
1.
|
27,6
|
Propanolol
|
0,43
|
2.08
3.16
3.37
5.44
6.00
7.10
7.42
8.57
10.29
11.07
12.00
13.09
19.35
|
Grooming
Telinga mekar
Kejang
Nafas cepat
Kejang
Kejang
Grooming
Nafas cepat
Kejang
Kejang
Grooming
Kejang
Kejang
|
2.
|
23,05
|
Propanolol
|
0,328
|
1.05
5.11
6.57
7.43
12.51
14.11
19.42
27.52
|
Groming
Napas cepat
Midriasis
Diare
Telinga tegak
Telinga merah
Tremor
Buang air
|
3.
|
26,00
|
Propanolol
|
0,370
|
0.51
0.54
2.11
2.20
6.46
8.36
10.35
12.05
12.13
16.32
23.32
26.36
|
Kejang
Grooming
Kejang
Grooming
Telinga lebar
Kejang
Grooming
Kejang
Napas cepat
Kejang
Grooming
Buang air
|
4.
|
27,30
|
Atroprin
|
0,39
|
1.21
2.00
10.47
16.10
21.05
25.45
27.45
|
Mata merah
Tremor
Nafas cepat
Midriasis
Grooming
Telinga merah
Buang air besar
|
5.
|
27,15
|
Atropin
|
0,38786
|
1.03
1.50
13.30
18.30
23.15
25.25
25.25
25.25
|
Telinga merah
Grooming
Midriasis
Tremor
Mata merah
Nafas cepat
Buang air besar
Telinga merah
|
6.
|
26,00
|
Atropin
|
0,371
|
0.15
1.38
5.03
5.54
5.54
6.30
17.50
27.46
29.00
29.00
29.00
29.00
|
Grooming
Grooming
Midriasis
Grooming
Telinga merah
Grooming
Grooming
Buang air besar
Grooming
Tremor
Mata merah
Nafas cepat
|
3.3 Perhitungan dan Analisa Data
1.
Konversi dosis mencit
Diketahui : Bobot
Propanolol = 30 mg
Faktor konversi = 0,00261
Bobot tablet =
40 mg
Ditanyakan : a. Dosis untuk mencit?
b. Obat
yang ditimbang?
Jawab :
Propanolol
a.
Dosis mencit = 30 mg x 0,00261 = 0,0783 mg / 20 g
Untuk mencit 35 g =
= 0,137025 mg
/ 35 g
b.
Pembuatan larutan stok dan obat yang ditimbang
Dosis untuk P.O = 0,135705 mg
x
= 2,4705 mg
Stok yang dibuat 10 mL dari
40 mg Propanolol
x 2, 4705 mg=
12,33225 mg
Atropin
a.
Dosis mencit = 0,5 mg x 0,00261 = 0,001305 mg / 20 g
Untuk mencit 35 g =
x 35 g=
0,00228375 mg/35 g
b.
Pembuatan larutan stok
Dosis untuk P.O = 0, 00228375
mg x
= 0,045675 mg
Larutan stok Atropin 0,25
mg/mL
2. Pemberian obat Propanolol secara Per Oral
Diketahui :
Dosis Pronanolol = 0, 078 mg/g BB
BB mencit I = 27,6 g
BB
mencit II = 23,05 g
BB mencit III = 26,00 g
Stok = 12,33225 mg/10 ml
Ditanya :
Volume larutan injeksi yang diberikan?
Jawab :
Mencit I
Dosis
konversi =
=
= 0,10764 mg
Volume yang
diberikan =
= 0,3927 ml
Mencit II
Dosis
konversi =
=
= 0,08989 mg
Volume yang
diberikan =
= 0,238 ml
Mencit III
Dosis
konversi =
=
= 0,1014 mg
Volume
yang diberikan =
= 0,037 ml
3. Pemberian obat Atropin secara Per Oral
Diketahui :
Dosis Atropin = 0,001305 mg / g BB
BB mencit I = 27,30 g
BB
mencit II = 27,15 g
BB
mencit III = 26,00 g
Ditanya :
Volume larutan injeksi yang diberikan?
Jawab :
Mencit I
Dosis konversi =
=
= 0,001781325 mg
Volume yang diberikan =
= 0,39 ml
Mencit II
Dosis konversi =
=
= 0, 0017715375 mg
Volume yang diberikan =
= 0,38786 ml
Mencit III
Dosis konversi =
=
= 0,0016965 mg
Volume yang diberikan =
= 0,371 ml
3.4 Analisis
Hasil
Descriptives
|
|||||||||
N
|
Mean
|
Std. Deviation
|
Std. Error
|
95% Confidence Interval for
Mean
|
Min
|
Max
|
|||
Lower Bound
|
Upper Bound
|
||||||||
onset
|
eter
|
3
|
.6900
|
.55561
|
.32078
|
-.6902
|
2.0702
|
.27
|
1.32
|
kloroform
|
3
|
.6133
|
.63003
|
.36375
|
-.9517
|
2.1784
|
.22
|
1.34
|
|
Total
|
6
|
.6517
|
.53293
|
.21757
|
.0924
|
1.2109
|
.22
|
1.34
|
|
durasi
|
eter
|
3
|
3.9667
|
2.17721
|
1.25701
|
-1.4418
|
9.3752
|
2.30
|
6.43
|
kloroform
|
3
|
4.1000
|
2.00592
|
1.15812
|
-.8830
|
9.0830
|
2.13
|
6.14
|
|
Total
|
6
|
4.0333
|
1.87374
|
.76495
|
2.0670
|
5.9997
|
2.13
|
6.43
|
Test of Homogeneity of
Variances
|
||||
Levene Statistic
|
df1
|
df2
|
Sig.
|
|
onset
|
.140
|
1
|
4
|
.727
|
durasi
|
.123
|
1
|
4
|
.744
|
ANOVA
|
||||||
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
||
onset
|
Between Groups
|
.009
|
1
|
.009
|
.025
|
.882
|
Within Groups
|
1.411
|
4
|
.353
|
|||
Total
|
1.420
|
5
|
||||
durasi
|
Between Groups
|
.027
|
1
|
.027
|
.006
|
.942
|
Within Groups
|
17.528
|
4
|
4.382
|
|||
Total
|
17.555
|
5
|
Means
Plots
Hipotesis
Pengambilan keputusan :
jika T hitung < T tabel atau
probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima = H1 ditolak
jika T hitung > T tabel atau
probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak = H1 diterima
Untuk data durasi : Ho = pemberian eter dan kloroform
tidak berpengaruh terhadap durasi obat.
H1
= pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap durasi obat.
Hasil : nilai sig pada table anova
> 0,05 yaitu 0,942
Kesimpulan
: H0 diterima = pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap
durasi obat
Untuk data onset : Ho = pemberian eter dan kloroform tidak berpengaruh terhadap onset obat
H1
= pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap onset obat
Hasil :
Nilai sig pada table anova < 0,05 yaitu 0,882
Kesimpulan : H0 diterima =
pemberian eter dan kloroform tidak
berpengaruh terhadap onset obat
IV. PEMBAHASAN
Percobaan tentang pengujian obat
pada sistem saraf ini bertujuan untuk mengetahui efek yang terjadi setelah pemberian
obat-obat sistem saraf otonom pada hewan uji dengan uji neurofarmakologik pada hewan
uji. Selain itu juga untuk mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem
saraf pusat. Obat sistem saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan
impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,
pembebasan, atau penguraian neuro transmitter atau mempengaruhi kerja nya atas reseptor
khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan
kelenjar. Sedangkan obat sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat mempengaruhi
fungsi dari sistem saraf pusat yang dapat menekan/menghambat fungsi-fungsi tertentu
dari SSP, menstimulus seluruh SSP,
menimbulkan gangguan pada SSP dan menghalau/memblokir perasaan sakit. Pada percobaan
ini obat saraf otonom yang digunakan adalah
propanolol dan atropin sedangkan obat saraf pusat menggunakan eter dan kloroform.
Propanolol memiliki efek lokal-anestetik kuat. Propanolol termasuk golongan
obat simpatolitik atau antiadrenergik. Propanolol termasuk sub golongan
antagonis adrenoreseptor β
atau β-blocker memblok hanya
reseptor β dan tidak
mempengaruhi reseptor α. Propanolol memiliki
efek lokal-anestesi kuat, tetapi tidak kardioselektif dan tak memiliki ISA. Propanolol
mempunyai efek stabilitasi membran atau efek seperti anestetik lokal, maka
disebut sebagai aktivitas stabilisasi membran. Propanolol salah satu β-blocker yang mudah larut dalam lemak.
Resorpsinya diusus baik, tetapi FPE besar, hingga 30% mencapai sirkulasi besar. Sebagian besar zat
ini di ubah dalam hati menjadi derivat-hidroksinya yang akut.
Atropin merupakan prototype obat-obat antimuskarinik.
Antagonis muskarinik kadang-kadang disebut parasimpatolitik karena dapat
menghambat efek muatan listrik otonom parasimpatis. Atropin menimbulkan
blockade reversible aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik yaitu, hambatan
oleh atropin dalam dosis kecil dapat diatasi asetikolin dalam dosis yang lebih
besar atau antagonis muskarinik yang
setara. Kadar atropin signifikan dalam SSP dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam
dan dapat membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek
perifernya.
Eter adalah cairan dengan bau khas
yang sangat mudah menguap dan menyala, juga eksplosif. Khasiat analgesia dan anestetiknya
kuat dengan relaksasi otot. Eter digunakan pada perbagai jenispembedahan,
terutama bila perlu relaksasiotot. Sebagian besar eter yang diinhalasi,
dikeluarkan melalui paru-paru dan sebagian kecil dimetaboliskan di hati. Batas
keamanannya (indeks terapi) lebar. Eter mudah melewati plasenta.
Menurut Hellen Lukis, kloroform umumnya
ideal dan aman untuk anestesi umum. Tersedia dalam jumlah yang banyak. Dalam
proses pembiusan tidak pernah gagal dan jauh lebih menyenangkan dibandingkan eter,
selain itu tidak mudah terbakar. Efeknya menyenangkan, tenang, dan tidur lebih
nyaman tanpa harus terganggu dengan nafas yang sesak. Eter dua kali lebih aman dibandingkan
kloroform. Tetapi kebanyakan penggunanya seperti orang yang resiko anestesi
yang buruk, bahkan ada yang meninggal akibat shock. Untuk alasan ini penggunaannya
harus diperhatikan.
Pengamatan untuk obat-obat sistem saraf otonom dilakukan untuk melihat efek
farmakodinamik yang ditimbulkan pada mencit setelah pemberian obat sistem saraf
otonom dengan cara disuntikkan. Proses pemberian obat saraf otonom yang
menggunakan obat pilokarpin dilakukan secara peroral. Volume obat yang
diberikan pada mencit berbeda berdasarkan berat badan dari masing-masing
mencit, dosis obat, dan dosis yang tersedia (Stock). Pengamatan dilakukan setelah hewan uji di berikan obat.
Untuk obat-obat sistem saraf otonom, dilakukan pengamatan terhadap mencit
seperti perubahan tingkah laku hewan. Perubahan tingkah laku tersebut antara
lain, grooming, nafas cepat,
telinga memerah, midriasis dan tremor.
Pengujian obat sistem saraf otonom dilakukan dengan menimbang 6 ekor mencit
kemudian dihitung dosis dan volume pemberian untuk masing-masing mencit. Pemberian obat SSO dengan bahan obat propanolol, setelah mencit diberikan propanolol secara per oral terjadi gejala yaitu mencit dengan BB 27,6 gram dengan volume pemberian larutan 0,3927 mL mengalami grooming, napas cepat,
kejang, dan telinga melebar. Mencit dengan BB 23,13 gram dengan volum larutan stok 0,328 mL mengalami grooming, nafas cepat, diare, tumor, mata berair,
telinga tegak, telinga merah dan
midriasis. Mencit dengan BB 26,00 gram dengan volume
larutan stok 0,270 mL
mengalami nafas cepat, kejang, buang air, telinga melebar dan grooming. Hasil uji yang terjadi pada mencit
setelah pemberian obat antiadrenergik ini kurang menunjukkan
hasil yang sesuai dengan literatur yaitu efek farmakodinamika dari obat antiadrenergik yaitu vasokontriksi, eksoftalamus,
feses kurang, piloereksi dan grooming. Banyak faktor yang dapat menyebabkan efek tersebut tidak tercapai.
Kemungkinan karena dosis yang diberikan kurang dari yang seharusnya. Hal ini
mungkin terjadinya karena mencit memuntahkan kembali obat yang telah diberikan
sehingga obat yang masuk ke dalam tubuh mencit volume nya berkurang dan
otomatis dosis juga berkurang.
Pemberian obat SSO dengan
bahan obat atropin, setelah
mencit diberikan atropin secara per oral terjadi gejala yaitu mencit dengan BB 27,30 gram dengan volume pemberian larutan 0,39 mL mengalami mata merah, tremor, nafas
cepat, midriasis, grooming, telinga merah, dan buang air besar. Mencit dengan BB 27,15 gram dengan volum larutan stok 0,38786
mL mengalami telinga
merah, grooming, midriasis, tremor, mata merah, nafas cepat, dan buang air
besar. Mencit dengan BB 26,00 gram dengan volume larutan stok 0,371 mL mengalami midriasis, grooming, telinga
merah, grooming, buang air besar, mata merah, nafas cepat, dan tremor. Hasil uji yang terjadi pada mencit setelah
pemberian obat antimuskarinik ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu efek
farmakodinamika dari obat antimuskarinik yaitu grooming dan midriasis. Bakhkan terdapat efek-efek lainnya disebakan faktor yang dapat menyebabkan efek berlebih
yaitu kemungkinan pemberian larutan stok yang berlebihan.
Pada percobaan obat sistem saraf pusat
kapas yang diberi 1,5 mL eter dan kloroform di masukkan kedalam toples yang berisi mencit uji. Dilihat pengaruhnya ketika mencit akan tertidur dan kehilangan reflek balik
badan (onset) serta dilihat pula seberapa lamanya mencit itu tertidur yang
ditandai bergeraknya kembali mencit tersebut pada saat efek obat yang
ditimbulkan sudah habis atau yang sering disebut dengan durasi. Dari pengamatan, waktu timbulnya efek
anestesi yang paling cepat yaitu dengan menggunakan kloroform kemudian eter. Untuk
lamanya efek obat bekerja, eter memiliki waktu yang paling cepat, kemudian
kloroform.
Nilai onset dan durasi yang ditimbulkan beragam adanya yang lambat dan ada
pula yang cepat bahkan ada mencit yang mengalami kematian. Hal tersebut dapat
terjadi karena vasodilatasi yang sangat kuat akibat kecilnya tempat yang
digunakan untuk meletakkan mencit yang diamati, sehingga uap zat teranastesi
yang terhirup lebih pekat dari yang seharusnya.
Hasil anova yang didapatkan dari percobaan dari
hasil analisis statistik ANOVA dengan taraf kepercayaan 95 %, ANOVA onset
menunjukkan bahwa nilai σ adalah 0,882. Karena nilai σ lebih besar dari 0,05, maka Ho
diterima atau pemberian
eter dan kloroform tidak berpengaruh
terhadap onset obat. Begitu juga untuk ANOVA durasi, menunjukkan bahwa nilai σ adalah 0,942. Karena nilai σ lebih kecil dari 0,05, maka Hoditolak atau pemberian eter dan kloroform berpengaruh terhadap
durasi obat.
V.
KESIMPULAN
Dari percobaan
yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Pada sistem saraf otonom, obat yang
digunakan adalah propanolol dan atropin.
2. Pada sistem saraf pusat obat-obat yang
digunakan adalah eter dan kloroform.
3.
Waktu
timbulnya efek anestesi yang paling cepat yaitu dengan menggunakan kloroform kemudian
eter. Untuk lamanya efek obat bekerja, eter memiliki waktu yang paling cepat,
kemudian kloroform.
4. Hasil anova yang didapatkan dari percobaan
dari hasil analisis statistik ANOVA dengan taraf
kepercayaan 95 %. Onset menunjukkan bahwa nilai σ adalah 0,882
dan durasi
menunjukkan bahwa nilai σ adalah 0,942. Karena Onset dan durasi lebih besar
dari 0,05, maka Ho diterima atau pemberian eter dan kloroform tidak berpengaruh
terhadap onset dan durasi obat.
5. Hasil uji yang terjadi pada mencit setelah
pemberian obat antiadrenergik (propanolol) ini kurang menunjukkan hasil yang sesuai dengan literatur yaitu efek farmakodinamika
dari obat antiadrenergik. Kemungkinan
karena dosis yang diberikan kurang dari yang seharusnya karena mencit
memuntahkan kembali obat.
6. Hasil uji yang terjadi pada mencit setelah
pemberian obat antimuskarinik (atropin) ini menunjukkan
hasil yang sesuai dengan literatur yaitu efek farmakodinamika dari obat antimuskarinik.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta.
Katzung, G. B. 2001.
Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah
Nugroho, A. W. Rendy, L. Dwijayanthi, L. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Li, H. & X. Duan. 2006. Nanoparticles
for drug delivery to the Central Nervous System.
Diakses tanggal 9
Oktober 2011
Mycek, M. J, R. A. Harvey & P. C. Champe. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Penerjemah Agoes, A.Widya Medika. Jakarta.
Tjay, T H & K Rahardja. 2002. Obat-obat
Penting. PT Elek Media Komputindo.
Jakarta.
No comments:
Post a Comment