EKSTRAKSI
DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAUN SIRIH
HUTAN (Piper caducibracteum) DESA TANUHI KECAMATAN LOKSADO KOTA KANDANGAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman
hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk,
penampilan, jumlah dan sifat, yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan
makhluk hidup yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan genetik.
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua
sumber, diantaranya yang ada di daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain.
Serta komplek-komplek ekologi yang termasuk dari keanekaragaman hayati.
Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keanekaragaman hayati, yaitu
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetik
(Endarwati, 2005).
Salah satu
keanekaragaman hayati di Indonesia adalah tumbuhan yang beranekaragam.
Indonesia memiliki banyak jenis tanaman obat, tetapi hanya beberapa jenis yang
masuk dalam Materia Medika Indonesia. Misalnya masyarakat pulau Lombok mengenal
19 jenis tumbuhan sebagai obat kontrasepsi. Jenis tersebut antara lain pule,
sentul, laos, turi, temulawak, alang-alang, papaya, sukun, lagundi, nanas,
jahe, jarak, merica, kopi, pisang, lantar, cemara, bangkel dan duwet. Tumbuhan
tersebut dapat diramu, sehingga dapat menjadi obat penyakit tertentu. Selain
itu di beberapa daerah juga terdapat tumbuhan yang dapat dijadikan obat, dan
setiap daerah pada umumnya memiliki tumbuhan obat yang berbeda, seperti yang
dikatakan diatas perbedaan tersebut disebabkan oleh keadaan Negara Indonesia
yang merupakan Negara kepulauan yang menyebabkan perbedaan beberapa jenis
tumbuhan. Banyak penelitian membuktikan pemanfaatan tumbuhan alami sebagai obat
sangat berkhasiat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu. Sebagaian besar
penggunakan tanaman alami sebagai obat dilakukan oleh masyarakat yang hidup di
desa atau di pedalaman kota (Anonim1, 2001).
Tanaman obat mudah dikenali
yaitu dapat diketahui dari baunya dan rasanya. Tanaman-tanaman obat berperan
penting bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu Pemerintah menganjurkan agar
setiap tanah pekarangan yang masih kosong diwujudkan menjadi apotik hidup.
Dalam rangka mewujudkan apotik hidup, membudidayakan berbagai tanaman dapat
dikembangkan pada sebidang tanah yang khusus diperuntukkan tanaman-tanaman yang
berkhasiat obat-obatan dengan
pengelolaannya yang baik karena tanaman-tanaman yang mulus pertumbuhannya akan memberikan hasil-hasil yang baik bagi
penggunaan sendiri maupun yang banyak dicari atau dibutuhkan oleh para
pengusaha industri obat-obatan, apotik, maupun industri obat-obatan (Anonim2, 2003).
Salah satu di
antara sekian tanaman obat di Indonesia adalah sirih hutan (Piper caducibracteum) yang
menurut masyarakat Desa Tanuhi berkhasiat sebagai antiseptik. Cara
penggunaannya yaitu dengan merebus bagian daun tanaman ini yang telah dicuci
bersih, kemudian menggunakan air rebusan tersebut, dapat diminum ataupun
dicucikan ke bagian tubuh yang ingin di bersihkan.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari
percobaan ini adalah:
1. Melakukan pemeriksaan farmakognostik yaitu meliputi morfologi dan organoleptis.
2. Melakukan ekstraksi dan fraksinasi dari
sampel daun Sirih Hutan (Piper
caducibracteum.).
3. Melakukan identifikasi kimia secara
kromatografi lapis tipis serta menentukan nilai Rf dari hasil KLT ekstrak
metanol dan fraksi daun tumbuhan
Sirih Hutan (Piper caducibracteum.).
1.3 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk
mengetahui hasil pemeriksaan farmakognostik dan hasil kromatografi lapis tipis
tumbuhan Sirih Hutan (Piper
caducibracteum) asal desa Tanuhi Kecamatan Loksado
Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Sirih Hutan
2.1.1 Kandungan Kimia
Daun Sirih Hutan (Piper caducibracteum)
mengandung minyak atsiri sehingga
menimbulkan aroma yang harum. Dua bahan ini bisa berfungsi sebagai antiseptis
alami karena mengandung komponen fenol alami. Rasa sirih itu sendiri disebabkan
oleh kandungan fenol dan bahan-bahan terpene yang menyebabkannya pedas.
Bahan-bahan yang terdapat dalam daun Sirih Hutan (Piper
caducibracteum) adalah kalsium nitrat, sedikit gula, tanin, karoten, tiamin,
riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, pati, dan asam amino (Anonim3, 2008).
2.1.2 Kegunaan
Sirih Hutan (Piper caducibracteum) dapat digunakan sebagai obat batuk,
penghilang bau badan, pereda demam, difteri, disentri, keputihan, sariawan,
sakit gigi, sakit tenggorokan, wasir, borok (obat luar), gatal (obat luar),
mengurangi asi (obat luar), mimisan (obat luar), napas atau mulut bau (obat
kumur), reumatik (obat luar), radang mulut, sakit
mata, eksim, menghilangkan jerawat; pendarahan gusi, bronkhitis, asma, luka,
sakit jantung, sifilis, alergi/biduren, diare. Zat antiseptik di dalam Sirih Hutan (Piper caducibracteum)
dapat digunakan sebagai obat kumur, obat
gosok, dan menjaga kesehatan alat kelamin wanita. Sirih Hutan (Piper caducibracteum)
juga umum digunakan untuk mengatasi bau badan
dan mulut, sariawan, mimisan, gatal-gatal dan koreng, serta mengobati keputihan
pada wanita (Anonim4, 2008).
2.2 Reaksi Identifikasi Kimia
2.2.1 Reaksi IdentifikasiTerhadap Senyawa Alkaloid
Identifikasi terhadap alkaloid dilakukan
dengan cara sebanyak dua gram serbuk bahan dilembabkan dalam amnonia 25%, lalu
digerus dalam mortir. Kemudian ditambah 20 mL
kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat
digunakan untuk percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring
dan kemudian diberi pereaksi dragendorff.
Warna jingga yang timbul pada kertas saring menunjukkan alkaloid positif (Depkes, 1979).
2.2.2 Reaksi IdentifikasiTerhadap Senyawa Saponin
Identifikasi terhadap saponin dilakukan
dengan cara sebanyak 10 mL larutan
filtrat dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, kemudian
didiamkan selama 10 menit (Depkes, 1979).
2.2.3 Reaksi IdentifikasiTerhadap Senyawa Flavonoid
Identifikasi terhadap flavanoid dilakukan dengan
cara serbuk sampel ditambahkan
larutan HCl pekat 0,5 mL, tambahkan 3-4 potong magnesium. Amati perubahan warna
yang terjadi selama 10 menit. encerkan dengan aquadest dengan volume yang sama
kemudian tambah dengan 1 mL asetil
alkohol, amati perubahan warna yang terjadi pada setiap lapisan. Orange merah
untuk flavon, merah sampai merah pucat untuk flavanoid, merah pucat sampai
merah tua untuk flavonon (Depkes, 1979).
2.3 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang ditetapkan (Depkes, 1995).
Maserasi dilakukan menurut cara yang tertera pada
tinctura. Suling atau uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih
dari 50o hingga konsistensi yang dikehendaki (Depkes, 1979).
Istilah maseration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya “merendam”.
Merupakan proses paling tepat di mana obat yang sudah halus memungkinkan untuk
direndam dalam menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga
zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Obat yang akan diekstraksi dengan metode maserasi
biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama
menstruum yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok
berulang-ulang lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari. Pengocokan
memungkinkan pelarut segera mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan
dari obat yang sudah halus (Ansel,
1989).
Cara lain untuk pengocokan yang berulang-ulang ini
dengan menempatkan obat dalam kantung kain berpori yang diikat dan digantungkan
pada bagian atas menstruum, banyak persamaannya dengan kantung teh yang
digantungkan dalam air pada pembuatan secangkir teh. Begitu zat-zat yang mudah
larut, melarut dalam menstruum, ia cenderung untuk turun kedasar bejana karena
meningkatkan khususnya gaya berat dari cairan, yang disebabkan oleh penambahan
berat. Kemudian menstruum yang segar naik ke permukaan dan proses ini berlanjut
secara siklis. Pencelupan kantung obat kerap kali akan membantu kecepatan
ekstraksi. Ekstrak dipisahkan dari ampasnya dengan memeras kantung obat dan
membilasnya dengan penambahan menstruum baru, hasil pencucian merupakan
tambahan ekstrak (Ansel, 1989).
Apabila maserasi dilakukan dengan obat yang dalam
kantung, ampasnya dapat dipisahkan dengan menapis dan atau menyaring di mana
ampas yang telah dibilas bebas dari ekstrak dengan penambahan menstruum melalui
ayakan atau saringan ke dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya. Maserasi biasanya
dilakukan pada temperatur 15o-20oC dalam waktu selama 3
hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut sepenuhnya. Untuk obat-obat yang
mengandung sedikit atau tidak sama sekali bahan seperti benzoe, aloe, tolu dan
stiraks, yang hampir seluruhnya melarut dalam menstruum, maserasi merupakan
metode yang paling baik untuk ekstraksi (Ansel, 1989).
2.4 Fraksinasi
Fraksinasi
adalah proses pemisahan di mana jumlah
tertentu dari campuran
(padat, cair, dilarutkan, penangguhan, atau isotop)
dibagi dalam beberapa jumlah kecil (pecahannya) di mana komposisi perubahan sesuai
dengan lereng.
Pecahannya dikumpulkan berdasarkan perbedaan tertentu dari masing-masing
komponen. Sifat umum dalam fraksinasi
yang harus diperoleh nilai yang optimum adalah jumlah pecahannya dikumpulkan
dan kemurnian dalam setiap pecahan harus didapatkan. Fraksinasi memungkinkan untuk
mengisolasi lebih dari dua komponen dalam campuran dalam satu fase berjalan
atau pelarut (Anonim5, 2008).
Gambar 1. Metode fraksinasi
Penyulingan fraksional menggunakan labu berbentuk kerucut yang digunakan
sebagai penerima labu. Disini penyulingan dan kepala kolom fraksinasi
digabungkan dalam satu potong. Fraksinasi
banyak digunakan di berbagai cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Campuran
dari cairan dan gas dipisahkan dengan penyulingan fraksional oleh perbedaan
titik didih. Fraksinasi komponen
juga berlangsung di kolom kromatografi oleh perbedaan antara fraksional kristalisasi
dan pecahan pembekuan, bahan kimia yang fractionated berdasarkan perbedaan kelarutan pada suhu yang
diberikan. Sel komponen dalam tempat fraksinasi akan dipisahkan oleh
perbedaan massa (Anonim5, 2008).
2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan
untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh
bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi
memiliki fase diam (dapat berupa
padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui
fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.
Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan
kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina
yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel
silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis
tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam
sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Anonim6, 2008).
Teknik ini dikembangkan tahun 1978 oleh
Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak
sebagai fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan
terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka.
Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan
tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang dipisahkan.
Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip
kromatografi yang akan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran
mikro). Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi
(sebanyak 0,01-10 μg zat). Pelarut harus polar dan mudah menguap. Teknik
ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada temperatur
kaar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15-18 cm. Waktu yang diperlukan
antara 20-40 menit (Khopkar, 2003).
Gambar
2.
Bagian Alat KLT
Gambar 3. Penampakan Noda pada Kromatogram
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Rf =
Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari
garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf
untuk komponen berwarna merah menjadi :
(Anonim6, 2008).
Ada
dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna. Pertama, menggunakan pendarflour, bahwa fase diam
pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang
ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan
sinar ultraviolet (UV). Kedua, penunjukkan bercak
secara kimia, Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan
dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan
larutan ninhidrin.
Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna,
umumnya coklat atau ungu (Anonim6,
2008).
Dalam
metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada
wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan
kristal
iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada
kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan.
Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. Dalam metode
lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah
bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan
kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada
kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan.
Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan (Anonim6, 2008).
BAB
III
METODE
PENGERJAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :
dilengkpi donk laprnnya
ReplyDelete