Pages

Monday, January 23, 2012

Fitokimia : Ekstraksi Dan Identifikasi Komponen Kimia Secara Kromatografi Lapis Tipis Daun Sirih Hutan (Piper Caducibracteum) Desa Tanuhi Kecamatan Loksado Kota Kandangan Propinsi Kalimantan Selatan


EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAUN SIRIH HUTAN (Piper caducibracteum)  DESA TANUHI KECAMATAN LOKSADO KOTA KANDANGAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Keanekaragaman hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat, yang terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk hidup yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan genetik. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, diantaranya yang ada di daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain. Serta komplek-komplek ekologi yang termasuk dari keanekaragaman hayati. Berdasarkan definisi di atas ada 3 elemen keanekaragaman hayati, yaitu keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetik (Endarwati, 2005).
Salah satu keanekaragaman hayati di Indonesia adalah tumbuhan yang beranekaragam. Indonesia memiliki banyak jenis tanaman obat, tetapi hanya beberapa jenis yang masuk dalam Materia Medika Indonesia. Misalnya masyarakat pulau Lombok mengenal 19 jenis tumbuhan sebagai obat kontrasepsi. Jenis tersebut antara lain pule, sentul, laos, turi, temulawak, alang-alang, papaya, sukun, lagundi, nanas, jahe, jarak, merica, kopi, pisang, lantar, cemara, bangkel dan duwet. Tumbuhan tersebut dapat diramu, sehingga dapat menjadi obat penyakit tertentu. Selain itu di beberapa daerah juga terdapat tumbuhan yang dapat dijadikan obat, dan setiap daerah pada umumnya memiliki tumbuhan obat yang berbeda, seperti yang dikatakan diatas perbedaan tersebut disebabkan oleh keadaan Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan yang menyebabkan perbedaan beberapa jenis tumbuhan. Banyak penelitian membuktikan pemanfaatan tumbuhan alami sebagai obat sangat berkhasiat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu. Sebagaian besar penggunakan tanaman alami sebagai obat dilakukan oleh masyarakat yang hidup di desa atau di pedalaman kota (Anonim1, 2001).
Tanaman obat mudah dikenali yaitu dapat diketahui dari baunya dan rasanya. Tanaman-tanaman obat berperan penting bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu Pemerintah menganjurkan agar setiap tanah pekarangan yang masih kosong diwujudkan menjadi apotik hidup. Dalam rangka mewujudkan apotik hidup, membudidayakan berbagai tanaman dapat dikembangkan pada sebidang tanah yang khusus diperuntukkan tanaman-tanaman yang berkhasiat obat-obatan  dengan pengelolaannya yang baik karena tanaman-tanaman yang mulus pertumbuhannya  akan memberikan hasil-hasil yang baik bagi penggunaan sendiri maupun yang banyak dicari atau dibutuhkan oleh para pengusaha industri obat-obatan, apotik, maupun industri obat-obatan (Anonim2, 2003).
Salah satu di antara sekian tanaman obat di Indonesia adalah sirih hutan (Piper caducibracteum)  yang menurut masyarakat Desa Tanuhi berkhasiat sebagai antiseptik. Cara penggunaannya yaitu dengan merebus bagian daun tanaman ini yang telah dicuci bersih, kemudian menggunakan air rebusan tersebut, dapat diminum ataupun dicucikan ke bagian tubuh yang ingin di bersihkan.

1.2  Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1.      Melakukan pemeriksaan farmakognostik yaitu meliputi morfologi dan organoleptis.
2.      Melakukan ekstraksi dan fraksinasi dari sampel daun Sirih Hutan (Piper caducibracteum.).
3.      Melakukan identifikasi kimia secara kromatografi lapis tipis serta menentukan nilai Rf dari hasil KLT ekstrak metanol dan fraksi daun tumbuhan Sirih Hutan (Piper caducibracteum.).

1.3  Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui hasil pemeriksaan farmakognostik dan hasil kromatografi lapis tipis tumbuhan Sirih Hutan (Piper caducibracteum) asal desa Tanuhi Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirih Hutan
2.1.1 Kandungan Kimia
Daun Sirih Hutan (Piper caducibracteum) mengandung minyak atsiri sehingga menimbulkan aroma yang harum. Dua bahan ini bisa berfungsi sebagai antiseptis alami karena mengandung komponen fenol alami. Rasa sirih itu sendiri disebabkan oleh kandungan fenol dan bahan-bahan terpene yang menyebabkannya pedas. Bahan-bahan yang terdapat dalam daun Sirih Hutan (Piper caducibracteum) adalah kalsium nitrat, sedikit gula, tanin, karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, pati, dan asam amino (Anonim3, 2008).
2.1.2 Kegunaan
Sirih Hutan (Piper caducibracteum) dapat digunakan sebagai obat batuk, penghilang bau badan, pereda demam, difteri, disentri, keputihan, sariawan, sakit gigi, sakit tenggorokan, wasir, borok (obat luar), gatal (obat luar), mengurangi asi (obat luar), mimisan (obat luar), napas atau mulut bau (obat kumur), reumatik (obat luar), radang mulut, sakit mata, eksim, menghilangkan jerawat; pendarahan gusi, bronkhitis, asma, luka, sakit jantung, sifilis, alergi/biduren, diare. Zat antiseptik di dalam Sirih Hutan (Piper caducibracteum) dapat digunakan sebagai obat kumur, obat gosok, dan menjaga kesehatan alat kelamin wanita. Sirih Hutan (Piper caducibracteum) juga umum digunakan untuk mengatasi bau badan dan mulut, sariawan, mimisan, gatal-gatal dan koreng, serta mengobati keputihan pada wanita (Anonim4, 2008).
2.2 Reaksi Identifikasi Kimia
2.2.1 Reaksi IdentifikasiTerhadap Senyawa Alkaloid
Identifikasi terhadap alkaloid dilakukan dengan cara sebanyak dua gram serbuk bahan dilembabkan dalam amnonia 25%, lalu digerus dalam mortir. Kemudian ditambah 20 mL  kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat digunakan untuk percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan kemudian diberi pereaksi dragendorff. Warna jingga yang timbul pada kertas saring menunjukkan alkaloid positif  (Depkes, 1979).
2.2.2 Reaksi IdentifikasiTerhadap Senyawa Saponin
Identifikasi terhadap saponin dilakukan dengan cara sebanyak 10 mL  larutan filtrat dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, kemudian didiamkan selama 10 menit (Depkes, 1979).
2.2.3 Reaksi IdentifikasiTerhadap Senyawa Flavonoid
Identifikasi terhadap flavanoid dilakukan dengan cara serbuk sampel ditambahkan larutan HCl pekat 0,5 mL, tambahkan 3-4 potong magnesium. Amati perubahan warna yang terjadi selama 10 menit. encerkan dengan aquadest dengan volume yang sama kemudian tambah dengan 1 mL  asetil alkohol, amati perubahan warna yang terjadi pada setiap lapisan. Orange merah untuk flavon, merah sampai merah pucat untuk flavanoid, merah pucat sampai merah tua untuk flavonon (Depkes, 1979).

2.3 Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes, 1995).
Maserasi dilakukan menurut cara yang tertera pada tinctura. Suling atau uapkan maserat pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 50o hingga konsistensi yang dikehendaki (Depkes, 1979).
Istilah maseration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya “merendam”. Merupakan proses paling tepat di mana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Obat yang akan diekstraksi dengan metode maserasi biasanya ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama menstruum yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok berulang-ulang lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segera mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah halus (Ansel, 1989).
Cara lain untuk pengocokan yang berulang-ulang ini dengan menempatkan obat dalam kantung kain berpori yang diikat dan digantungkan pada bagian atas menstruum, banyak persamaannya dengan kantung teh yang digantungkan dalam air pada pembuatan secangkir teh. Begitu zat-zat yang mudah larut, melarut dalam menstruum, ia cenderung untuk turun kedasar bejana karena meningkatkan khususnya gaya berat dari cairan, yang disebabkan oleh penambahan berat. Kemudian menstruum yang segar naik ke permukaan dan proses ini berlanjut secara siklis. Pencelupan kantung obat kerap kali akan membantu kecepatan ekstraksi. Ekstrak dipisahkan dari ampasnya dengan memeras kantung obat dan membilasnya dengan penambahan menstruum baru, hasil pencucian merupakan tambahan ekstrak (Ansel, 1989).
Apabila maserasi dilakukan dengan obat yang dalam kantung, ampasnya dapat dipisahkan dengan menapis dan atau menyaring di mana ampas yang telah dibilas bebas dari ekstrak dengan penambahan menstruum melalui ayakan atau saringan ke dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20oC dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut sepenuhnya. Untuk obat-obat yang mengandung sedikit atau tidak sama sekali bahan seperti benzoe, aloe, tolu dan stiraks, yang hampir seluruhnya melarut dalam menstruum, maserasi merupakan metode yang paling baik untuk ekstraksi (Ansel, 1989).
2.4 Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan di mana jumlah tertentu dari campuran (padat, cair, dilarutkan, penangguhan, atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (pecahannya) di mana komposisi perubahan sesuai dengan lereng. Pecahannya dikumpulkan berdasarkan perbedaan tertentu dari masing-masing komponen. Sifat umum dalam fraksinasi yang harus diperoleh nilai yang optimum adalah jumlah pecahannya dikumpulkan dan kemurnian dalam setiap pecahan harus didapatkan. Fraksinasi memungkinkan untuk mengisolasi lebih dari dua komponen dalam campuran dalam satu fase berjalan atau pelarut (Anonim5, 2008).
180px-Fractional_distillation_lab_apparatus
Gambar 1. Metode fraksinasi
Penyulingan fraksional menggunakan labu berbentuk kerucut yang digunakan sebagai penerima labu. Disini penyulingan dan kepala kolom fraksinasi  digabungkan dalam satu potong. Fraksinasi banyak digunakan di berbagai cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Campuran dari cairan dan gas dipisahkan dengan penyulingan fraksional oleh perbedaan titik didih. Fraksinasi komponen juga berlangsung di kolom kromatografi oleh perbedaan antara fraksional kristalisasi dan pecahan pembekuan, bahan kimia yang fractionated berdasarkan perbedaan kelarutan pada suhu yang diberikan. Sel komponen dalam tempat fraksinasi akan dipisahkan oleh perbedaan massa (Anonim5, 2008).

2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Anonim6, 2008).
Teknik ini dikembangkan tahun 1978 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang dipisahkan. Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak 0,01-10 μg zat). Pelarut harus polar dan mudah menguap. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada temperatur kaar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15-18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20-40 menit (Khopkar, 2003).
tlc1
Gambar 2. Bagian Alat KLT
tlc3
Gambar 3. Penampakan Noda pada Kromatogram
Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rf    
Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk komponen berwarna merah menjadi :
rf2  (Anonim6, 2008).
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna. Pertama, menggunakan pendarflour, bahwa fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Kedua, penunjukkan bercak secara kimia, Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu (Anonim6, 2008).
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan. Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan (Anonim6, 2008).


BAB III
METODE PENGERJAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah :

1 comment: