PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT
I.
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pada praktikum ini
adalah untuk mengenal, mempraktekkan dan membandingkan data farmakologi sebagai
tolak ukurnya.
1.2 Dasar Teori
Absorpsi
dari obat merupakan faktor yang sangat penting dalam memilih cara pemberian
obat yang tepat, dalam merancang bentuk sediaan yang paling manjur dan karena
itu juga dalam kerja terapi obat. Pada umumnya absorbsi dan disribusi obat
terjadi secara difusi, mula-mula obat harus berada dalam larutan air yang
berada pada permukaan membran sel, kemudian molekul obat akan melewati membran
dengan melarut dalam lemak membran. Absorpsi dari obat merupakan faktor yang sangat penting dalam memilih cara
pemberian obat yang tepat, dalam merancang bentuk sediaan yang paling manjur
dan karena itu juga dalam kerja terapi obat. Pada umumnya absorbsi dan
disribusi obat terjadi secara difusi, mula-mula obat harus berada dalam larutan
air yang berada pada permukaan membran sel, kemudian molekul obat akan melewati
membran dengan melarut dalam lemak membran (Ganiswara, 2005).
Kecepatan
resorpsi terutama tergantung pada bentuk pemberian obat, cara pemberian obat,
cara pemberiannya dan sifat fisiko-kimiawinya. Resorpsi dari usus ke dalam
sirkulasi berlangsung cepat bila obat diberikan dalam bentuk terlarut (obat
cairan, sirop, atau tetes).Obat padat (tablet, kapsul, atau serbuk) lebih
lambat, karena harus dipecah lebih dahulu dan zat aktifnya perlu dilarutkan
dalam cairan lambung-usus.Di sini kecepatan larut partikel obat (dissolution rate) berperan penting;
semakin halus semakin cepat larutnya dan resorpsi obat (Tjay & Rahardja,
2007).
Obat
sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran, obat akan banyak mengalami
proses. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat
atau fase, yaitu :
1.
Fase biofarmasetik atau farmasetik
2.
Fase farmakokinetik
3.
Fase farmakodinamika
Obat harus mencapai tempat aksinya dalam kadar yang
cukup agar dapat menimbulkan respon untuk menghasilkan efek terapinya.
Tercapainya kadar obat tersebut tergantung dari jumlah obat yang diberikan,
keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dari tempat pemberian dan distribusi oleh
aliran darah ke bagian lain dari badan (Anief, 2005).
Salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja obat adalah absorpsi pada obat itu
sendiri.Ada beberapa mekanisme yang berkaitan dengan obat, salah satunya pada
tahap farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme), farmakodinamik
(aditip atau efek berlawanan), dan pada interaksi.Contohnya antasida,obat ini
di absorpsi dalam gastrointestinal.Antasida tersebut mempercepat pengosongan
lambung, dengan begitu tranformasi obat ke dalam usus berlangsung dengan cepat.Beberapa
antasida (misalnya, hidroksida magnesium dengan aluminum hidroksida) membuat
alkalin air seni, dengan begitu mengubah sisa obat yang tidak terpakai lagi ke
pH yang sesuai dan selanjutnya di buang melalui air kencing (Katzung,
2001).
Mekanisme
absorpsi obat menurut urutan pentingnya adalah sebagai berikut:
1.
Difusi pasif
Ialah
transport melalui membran yang semipermeabel. Obat yang akan diabsorpsi
terlebih dahulu harus berada dalam larutan murni (terdispersi secara molekuler)
pada situs penyerapan. Sewaktu melewati membran, molekul obat melarut dalam
bagian lipoid dari membran sesuai dengan kelarutannya dalam lemak dan koefisien
partisi lemak-air.Molekul obat meninggalkan membran lipoid dan melarut lagi
dalam medium air yang berada di bagian dalam membran; perbedaan konsentrasi
obat pada kedua bagian membran menentukan penyerapan. Fraksi obat yang berada
dalam bentuk bebas atau tidak terionisasi dapat melalui membran dengan cara
difusi pasif. Sifat fisiko-kimia kebanyakan obat (antara lain polaritas,
besarnya molekul) merupakan hambatan untuk lintas transdermal pada mekanisme
difusi pasif.
2.
Transpor konvektif
Disebut
juga filtrasi, menyangkut mekanisme pasif karena transport berupa lintasan
melalui pori-pori dari membran. Molekul obat yang larut dalam dalam
cairan/medium air pada situs absorpsi akan ikut pelarutnya melalui pori-pori.
3.
Transpor aktif
Untuk
transport aktif, molekul obat harus berada/berupa larutan dalam air i.c. cairan
gastrointestinal, terdispersi secara molekuler pada situs absorpsi. Transport
aktif terjadi dengan bantuan suatu pembawa yang merupakan bagian dari membran.
Bahan pembawa ini adalah suatu enzim atau bahan protein yang membentuk suatu
kompleks dengan molekul obat pada permukaan membrane sehingga pembawa tiap obat
jadi spesifik. Mengalami inhibisi kompetitif dan ikatan akan jenuh jika semua
molekul pembawa sudah terpakai sedangkan molekul obat belum terbawa. Melawan
potensial elektrokimia
4.
Transpor yang dipermudah
Prinsip
dan mekanisme transport yang dipermudah sama dengan transport aktif.
Perbedaannya terletak pada tidak terjadinya perlawanan konsentrasi yang tinggi.
5.
Transpor pasangan ion
Pembentukan kompleks dari anion organik
dengan kation dari medium/membran
6.
Pinositosis
Merupakan
suatu proses yang memungkinkan molekul obat yang besar melalui membran.
Pinositosis terjadi di lumen saluran cerna, melalui epitel intestinal masuk ke
kapiler vena atau getah bening. Butir minyak/lemak atau partikel solid
diselaputi dengan proses yang terbentuk dari sel epitel dan membentuk gelembung
melalui membran. Cara pinositosis ini penting untuk obat-obat yang larut dalam
minyak, seperti vitamin A, D, E dan K. pinositosis lebih penting untuk
penyerapan bahan gizi, seperti asam lemak, lemak dan asam amino.
(Joenoes, 2006).
Hubungan antara asupan obat dan respon klinis yang
sangat komples, berpotensi terkena sejumlah variabel intrinsik dan ekstrinsik.
Dengan demikian, deviasi antara respon obat dalam atau di antara individu
mungkin berasal baik bioavailibilitas produk untuk (yaitu, tingkat dan luasnya
penyerapan obat), farmakokinetik obat (yang mencakup metabolism, distribusi,
dan penghapusan suatu seyawa), atau efek tertentu konsentrasi hubungan. Dengan
kata lain hal itu adalah konsentrasi bagian obat, bersma dengn efnek yang
sesuai, yang pada akhirny akan menentukan produk keamanan dan efektivitas
(Martinez, 2002).
II. CARA PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Alat – alat yang digunakan pada percobaan kali ini antara lain adalah
1. Beaker
glass 50 mL
2. Batang
pengaduk
3. Hot plate
4. Jarum
berujung tumpul (untuk per oral)
5. Kapas
6. Labu
takar 10 mL
7. Mortir
8. Sarung
tangan
9. Spuit
injeksi
10. Spuit
injeksi dan jarum (1 – 2 mL)
11. Stamper
12. Stopwatch
2.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini :
1.
Aquades
2.
Diazepam 5 mg
3.
Na CMC
2.1.3 Hewan Uji
Hewan uji
yang digunakan pada percobaan kali ini adalah mencit dengan jenis kelamin jantan
atau betina.
2.2 Cara Kerja
2.2.1
Pembuatan Larutan Na-CMC
0,25 g Na-CMC
|
-Dilarutkan
dalam 50 mg air panas
Hasil
|
2.2.2 Pembuatan Larutan Stok untuk pemberian
secara subcutan dan Intra peritonial
0,02 g Valisanbe
|
- Ditimbang
- Dimasukkan ke dalam labu ukur
Larutan Na-CMC
|
- Dimasukkan dalama labu ukur ad 10 mL
- Dikocok ad homogen dan larut
Hasil
|
2.2.3 Pemberian obat secara
subcutan
Mencit
|
kita juga punya nih artikel mengenai absorpsi, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_11205270.pdf
ReplyDeletetrimakasih :)
dapusnya please??
ReplyDeletedapusnya tolong dunkss~~
ReplyDeletethanks b4